Kurikulum sepakblola
Timo Scheunemann
Kurikulum Sepak Bola Indonesia
Edisi 844 | 25 Mei 2012 | Cetak Artikel Ini
Salam Perspektif Baru,
Beberapa tahun terakhir, Sekolah Sepak Bola (SSB) banyak berdiri di
Indonesia. Mulai dari SSB yang profesional hingga SSB yang hanya untuk
memberikan pelatihan kepada anak-anak sekolah dasar. Keberadaan SSB
diharapkan mampu mencetak para atlet sepak bola yang berkualitas, namun
masih banyak yang harus dilakukan untuk mendapatkan calon pemain maupun
pemain yang berkualitas. Salah satunya adalah kurikulum untuk sepak
bola. Tamu kita kali ini adalah Timo Scheunemann, mantan pelatih Persema
Malang.
Menurut Timo, kurikulum dibuat supaya pelatih-pelatih dan pengurus klub
terutama SSB di seluruh Indonesia bisa mendapatkan pemahaman tentang apa
yang harus dilatih dan apa yang jangan dilatih bergantung pada usia
anak didiknya. Dalam hal ini yang terpenting pelatih sebagai pembina
untuk tetap mendidik pemain mengutamakan sekolah. Jangan sampai pemain
dibohongi. Bahkan oleh dirinya sendiri bahwa dia pasti akan menjadi
pemain sepak bola terkenal. 99,9% di dunia bermain sepak bola tanpa
kontrak, maksudnya tidak bermain secara profesional. Jadi pendidikan
harus tetap diutamakan.
Timo mengatakan, saat ini sudah bukan zamannya lagi kita menciptakan
pemain bola yang hanya bisa bola. Kita harus renaissance man, yaitu
orang yang bisa banyak hal. Jadi, bukan hanya bola. Sudah bukan
zamannya, termasuk SSB. Sepuluh tahun lalu adalah zamannya SSB berdiri
di mana-mana. Sekarang bukan zamannya itu lagi. Sekarang zamannya SSB
menjadi quality SSB. Karena itu saya mengharapkan kurikulum ini bisa
membantu, termasuk juga pemahaman mentalnya di situ. Jangan sampai
pelatih, orang tua, dan lain-lain menomorduakan sekolah, atau tidak
mengerti pentingnya arti sekolah untuk perkembangan pemain.
Berikut wawancara Perspektif Baru dengan Wimar Witoelar sebagai
pewawancara dengan narasumber Timo Scheunemann.
Timo Scheunemann yang akrab dipanggil Coach Timo sangat unik sebab dia
lahir di Kediri tapi orang tuanya adalah orang Jerman. Sejak lahir dia
memang menetap di sini walaupun sering pergi ke Jerman bahkan sekolah
bertahun-tahun di Amerika Serikat sambil bermain di salah satu klub di
sana. Dia juga pernah di Jerman dan berbagai tempat, tapi akhirnya
sekarang berbasis di Malang. Dia pernah menjadi pelatih Persema, dan
sekarang ada proyek baru sepak bola yang diadakan oleh PSSI. Apa
kegiatan Anda sekarang?
Kita ada suatu pekerjaan sangat penting yang baru diluncurkan, yaitu
kurikulum sepak bola Indonesia. Kurikulum ini sudah lama ditunggu-tunggu
untuk membuat proses latihan sepak bola di Indonesia bisa distandarkan.
Jadi, supaya pelatih-pelatih dan pengurus klub terutama sekolah sepak
bola (SSB) di seluruh Indonesia bisa mendapatkan pemahaman tentang yang
harus dilatih dan yang jangan dilatih, yaitu bergantung pada usia anak
didiknya. Misalnya, apa yang harus dilatih dan jangan dilatih untuk anak
usia tujuh tahun. Di kurikulum dijelaskan bahwa untuk anak umur 7 tahun
jangan dilatih heading, jangan dilatih fisik tanpa bola, power, dan
lain-lain. Alasannya, secara logika anak kecil laki-laki belum mempunyai
testosteron. Jadi sebelum ada testosteron, maka tidak bisa dilatih
power dan tidak bisa dilatih endurance tanpa bola.
Berapa usia seorang anak laki-laki bisa dimasukkan ke SSB?
Sedini mungkin. Namun di kurikulum ini dimulai dengan anak umur lima
tahun. Jadi, ada cara melatih anak umur 5 sampai 8 tahun, kemudian ada
cara melatih anak umur 9 - 12 tahun. Masing-masing dengan cara melatih
yang disesuaikan, dalam arti program latihannya seperti apa. Lebih
spesifik lagi, ada pengkategorian seperti untuk umur 5 tahun, 6 tahun, 7
tahun akan dilatih apa saja dalam satu tahun. Itu yang ada di kurikulum
ini. Jadi, betul-betul lengkap.
Berapa batasan usia yang ada di kurikulum ini?
Judulnya adalah kurikulum dan pedoman dasar sepak bola Indonesia, jadi
diperuntukkan untuk usia dini. Usia dini yaitu 5 - 12 tahun yang dibagi
dua. Untuk umur 5 - 8 jangan terlalu banyak latihannya, hanya yang
senang-senang saja. Misalnya, bagaimana cara agar dia hook on football
(berhubungan dengan sepak bola). Bagaimana cara dia mulai mengerti
tubuhnya. Bola menggelinding ke mana mulai diterima oleh otaknya.
Latihan tidak boleh melulu sepak bola. Contohnya, lempar – tangkap bola
itu sudah latihan. Jadi dia terbiasa dengan bola. Jadi lebih banyak ke
game, sesuatu yang fun. Sedangkan untuk Usia 9 - 12 tahun mulai digenjot
soal teknik. Kemudian kita masuk ke usia muda, yaitu usia 12 tahun ke
atas. Usia 13 - 20 tahun merupakan usia muda.
Mengapa hanya sampai usia 20 tahun?
Usia 20 tahun ke atas adalah senior. Jadi, usia dini, usia muda, dan
usia senior ada dalam kurikulum ini. Jadi, bisa dikatakan diperuntukkan
untuk semua kelompok umur. Namun itu bukan hanya untuk pelatih, pemain,
pengurus SSB, dan klub, walaupun utamanya atau intinya untuk mereka.
Buku kurikulum ini juga untuk pengamat sepak bola pada umumnya.
Contohnya, Pak Wimar membaca kurikulum ini maka nanti saat menonton
Arsenal dapat lebih mengerti cara bermain Arsenal.
Saat wawancara ini saya memegang daftar isi dari buku yang baru
diluncurkan, yang saya pertama kali menemukannya di internet karena
memang diberitahu lewat twitter, dan uniknya buku ini bisa di download
secara gratis. Selain isinya sangat padat, buku ini enak dibaca,
diagramnya bagus dan jelas. Saya sangat recommended walaupun saya belum
baca habis.
Ya, tapi jangan mengatakan ini buku saya. Saya penyusun dan juga menulis
karena dibutuhkan orang yang bisa bahasa Inggris dan Indonesia dan
mengetahui bahasa yang dipakai oleh pelatih-pelatih di lapangan. Jadi
tidak ada permasalahan bahasa pada saat diterjemahkan. Kemudian tentu
saja perlu memiliki pengetahuan sepak bola, tapi ilmunya adalah ilmu
universal.
Tadi Anda mengatakan diterjemahkan. Darimana sumbernya?
Sumber kita dari FIFA dan AFC. Saya juga melihat kurikulum dari
Australia, tapi utamanya dari Amerika Serikat (AS). Jadi, AS mempunyai
kurikulum berjumlah 104 halaman, sedangkan kurikulum kita berjumlah 278
halaman. Kurikulum AS dibuat dalam empat tahun, sedangkan kurikulum kita
dibuat dalam enam bulan.
Jadi, materi kurikulum yang diambil dari AS ada sekitar 45 halaman.
Kemudian diambil dari FIFA, dan juga UEFA karena saya mengambil lisensi C
untuk pelatih di AS, sedangka lisensi B dan A di Jerman. Lalu, mengapa
bisa selesai secepat ini? Karena saya sudah merangkum lisensi C, B, dan A
saya dalam tiga buku saya yang terdahulu.
Saya mengambil sebagian materi dari buku-buku tersebut, kemudian disusun
dengan narasumber lain, lalu menambahkan hal-hal yang diperlukan karena
ini bersifat kurikulum sehingga bisa selesai dalam waktu singkat, yaitu
enam bulan. Intinya, ini bukan ilmu saya tapi ilmu sepak bola modern
yang universal. Jadi, tidak perlu dipermasalahkan apakah ini dari
Amerika Latin atau Eropa karena sekarang sudah standar. Ilmu sepak bola
Eropa merupakan sepak bola modern dan itu sudah standar.
Kalau dibilang sepak bola universal, apakah dari segi sepak bola
profesional yang kita lihat di TV ada perbedaan antara langgam atau
style sepak bola Italia, Inggris, Jerman, Spanyol, atau Indonesia?
Ya, pasti ada style yang berbeda. Beberapa negara lebih suka formasi
tertentu, tapi ilmu sepak bola modernnya sebenarnya sama. Hanya yang
menerapkannya individu. Individu di setiap negara berbeda. Saya selalu
bicara bahwa kalau mau belajar mental maka kita belajar ke Jerman. Kalau
mau belajar fisik maka kita belajar ke Inggris. Kalau mau belajar
teknik maka kita belajar ke Spanyol. Kalau mau belajar taktik maka kita
belajar ke Italia. Jadi, negara-negara mempunyai spesifikasi tertentu.
Di kurikulum ini kita juga menyesuaikan dengan sepak bola Indonesia.
Ciri khas sepak bola Indonesia adalah permainan pendek, yaitu operan
pendek dari belakang ke depan. Itu yang sudah ditinggalkan akhir-akhir
ini karena banyak bola-bola panjang ke depan.
Apakah kalau dengan operan pendek-pendek adalah sepak bola modern?
Dimodernkan lagi oleh Barcelona. Itu sudah modern sejak 1970-an yaitu
disebut Total Football.
Namun diperlukan teknik yang betul-betul matang dan diperlukan wawasan
taktik. Itu karena mereka bermain operan pendek-pendek, dan digabungkan
dengan perpindahan tempat tentunya, sehingga ada pengertian bola ini
harus ke mana.
Javier Rodriguez, pesepak bola Barcelona, mengatakan permainan bola yang
tanpa bola kadang-kadang lebih penting dari bolanya, betulkah?
Ada penelitian di Swedia baru-baru ini bahwa dari 93 menit rata-rata
pertandingan sepak bola, 90 menit plus 3 menit tambahan, setiap pemain
hanya menyentuh bola selama dua menit. Jadi, sisanya mereka berlari
tanpa bola. Karena itu VO2 Max sangat penting artinya.
Apa itu VO2 Max?
VO2 Max adalah kemampuan paru-paru untuk menampung oksigen (O2) sehingga
berpengaruh pada mobilitas orang tersebut. Nah, VO2 Max 50 dan VO2 Max
55 atau berbeda lima poin saja sangat berpengaruh. Perbedaan tersebut
dijelaskan juga di kurikulum supaya orang mengerti kenapa itu penting.
Latihan yang intensitasnya tinggi dan terjadwal rapi begitu penting
karena berpengaruh pada VO2 Max, selain itu gizi dan istirahat tentu
pentingnya.
Perbedaan VO2 Max sebanyak lima berarti spin seseorang sudah 100% lebih
banyak daripada VO2 Max 50. Jika orang dengan VO2 Max 50 melakukan spin
20 kali dalam pertandingan, maka VO2 Max 55 sudah 40 kali. Pakai logika
saja, kalau saya spin 40 kali dan Anda 20 kali berarti saya akan lebih
terlibat dalam pertandingan. Keterlibatan di pertandingan naik sekitar
24% dan daya jelajah naik 20%. Jadi, kalau Anda lari 10 Km lari dalam
satu pertandingan, maka saya lari 12 Km. Itu baru satu pemain. Bayangkan
kalau semua pemain. Kalau kita tidak memperbaiki VO2 Max dengan
intensitas latihan yang bagus, penjadwalan latihan yang bagus,
pengertian akan gizi yang bagus, maka kita akan selamanya kalah melawan
tim-tim luar.
Berbicara mengenai kalah melawan tim luar, Timo pernah mengatakan bahwa
Indonesia bisa saja masuk Piala Dunia asal ada pentahapan yang baik. Apa
yang harus ditingkatkan sekarang karena kalau awam melihat sepak bola
Indonesia di televisi (TV), misalnya Indonesia Premier League (IPL),
kadang-kadang tidak terlalu beda dengan di luar negeri tapi sebenarnya
berbeda. Dimana perbedaannya?
Perbedaan yang utama adalah kualitas umpan, sehingga kalau kita melihat
permainan berkembang tidak cepat kehilangan bola. Itu perbedaannya.
Kemudian yang kedua dari kemampuan teknik.
Apakah itu baik umpan panjang (long pass) maupun umpan pendek (short
pass)?
Pendek. Itu supaya bola tidak cepat hilang maka itu datang dari
kemampuan teknik. Jadi harus bisa kontrol bola, bisa umpan bola dengan
baik, umpan bola secara mendatar. Kemudian yang kedua dari kemampuan
taktis dalam arti teman saya ada di mana dan lawan saya ada di mana.
Kapan main pendek, kapan main jauh.
Ketiga, tergantung pada pergerakan dia tanpa bola. Anda mengumpan saya
maka Anda bergerak lagi, sehingga Anda terbuka lagi dan bola tidak cepat
hilang. Itu yang membuat penonton jadi lebih senang melihatnya.
Kemudian kecepatan permainan. Itu yang membedakan. Kalau kita melihat
Arsenal dan Barcelona, kecepatan permainan mereka luar biasa. Tim
nasional (Timnas) Jerman nanti di Piala Eropa, saya rasa akan mempunyai
kans besar.
Tadi saya mendengar juga orang harus pintar, harus inteligent dalam
bermain sepak bola. Bagaimana cara mengajarkan football intelligence?
Ya, kalau sekarang ada life kinetik yang dilakukan oleh BVB Dortmund.
Saya senang sekali dengan pelatihnya karena dia mencoba hal-hal yang
baru seperti itu. Tapi terus terang tanpa menyombongkan diri, di akademi
Malang Football Club (MFC) kita sudah melakukannya sejak lima tahun
lalu. Kinetik artinya kita melatih teknik dan otak secara bersamaan.
Contohnya, Anda juggling bola tiga kali, kemudian memberikan ke saya
dengan menyebutkan angka misalnya empat, maka saya harus juggling empat
kali. Pada saat saya menyentuh bola ke empat maka saya mengembalikan
bola ke Anda dengan menyebutkan angka misalnya dua.
Jadi kita harus fokus terus, betulkah?
Harus. Contoh, tingkatan berikutnya saya mengatakan dua tambah dua,
terus Anda mengatakan tiga dikurangi satu. Contoh lain, kalau kita
bermain possession, biasanya bebas setuhan atau dibatasi menjadi dua
sentuhan. Namun yang saya buat adalah menjadi 1 - 2 sentuhan. Jadi Anda
membuat satu sentuhan, saya boleh dua sentuhan. Kalau setelah saya dua
sentuhan, pemain lain hanya boleh satu sentuhan. Jadi otak sambil
bermain. Tidak bisa secara teknis hanya kaki saja yang dilatih, tapi
otak juga. Banyak sekali cara-cara seperti itu, itu life kinetik.
Intinya, hal itu datang dari pelatih sebagai pembina agar pemain
mengutamakan sekolah. Jangan sampai pemain dibohongi. Bahkan oleh
dirinya sendiri bahwa dia pasti akan menjadi pemain sepak bola terkenal.
99,9% di dunia bermain sepak bola tanpa kontrak, maksudnya tidak
bermain secara profesional.
Jadi pendidikan harus tetap diutamakan. Istilahnya student-athlete.
Student First, Athlete Second. Di Wesley International School di Malang,
saya mengajar sejarah, filsafat dan olah raga sudah selama 11 tahun,
kalau ada pemain yang nilainya di bawah C seperti C minus maka sudah
tidak boleh ikut tim basket atau tim bola.
Apa saja nilai mata pelajaran yang tidak boleh di bawah C?
Semua, dan juga secara akademik. Sewaktu saya di Amerika juga sama.
Harus memiliki GPA minimal 2,5. Kalau di bawah 2,5 maka sudah tidak
boleh ikut lagi tim olah raga.
Jadi kalau pemain profesional yang kelihatannya bodoh sebetulnya tidak
bodoh seperti Balotelli pintar juga, betulkah?
Kita jangan menilai orang berdasarkan exception (pengecualian).
Exception itu banyak. Banyak pemain bola yang kurang pintar. Tapi
intinya, setelah dia bermain bola, dia juga membutuhkan intelejensinya.
Misalnya, bagaimana dia mengolah uangnya. Bagaimana dia mengolah agar
dia dikenal orang tanpa dia menjadi sombong. Itu semua harus dididik di
level akademi.
Apakah ada juga pelajaran seperti budi pekerti, Public Relations (PR),
dan sebagainya?
Pasti.
Wah, mungkin saya bisa ikut mengajar di situ.
Sudah bukan zamannya lagi kita menciptakan pemain bola yang hanya bisa
bola. Kita harus renaissance man. Renaissance man adalah orang yang bisa
banyak hal. Jadi, bukan hanya bola. Sudah bukan zamannya, termasuk SSB.
Sepuluh tahun lalu adalah zamannya SSB berdiri di mana-mana. Sekarang
bukan zamannya itu lagi. Sekarang zamannya SSB menjadi quality SSB.
Karena itu saya mengharapkan kurikulum ini bisa membantu, termasuk juga
pemahaman mentalnya di situ. Jangan sampai pelatih, orang tua, dan
lain-lain menomorduakan sekolah, atau tidak mengerti pentingnya arti
sekolah untuk perkembangan pemain.
Dan dia juga harus terlibat dalam current affairs.
Iya, karena sepak bola adalah smart game. Saya selalu mengatakan sepak
bola itu perpaduan antara seniman - seperti pelukis, atau seorang
filsuf, atau pokoknya seniman yang secara intelektual atau secara karya
nyata - dan seorang tukang batu. Jadi kerja keras dan senimannya.
Dibutuhkan kedua-duanya. Kita harus cepat berpikir. Terima bola dan
langsung sudah mengetahui bola harus ke
mana.http://www.perspektifbaru.com/wawancara/844http://opakecil.blogspot.com/2013/02/kurikulum-sepakblola.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar